Hutan lindung merupakan hutan atau lahan
luas yang berisikan kumpulan jenis flora dan fauna yang terbentuk secara
alamiah maupun tidak. Kawasan hutan yang ditetapkan sebagai kawasan hutan
lindung mempunyai peran sebagai penyedia cadangan air bersih, pencegah banjir,
penahan erosi, paru-paru kota, dan banyak lagi di antaranya.
Hutan lindung juga merupakan suatu
istilah dari suatu hutan yang dilindungi kelestariannya agar terhindar dari
kerusakan yang dibuat oleh manusia, tetap berjalan sesuai fungsi ekologisnya
dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan bersama. Saat mendengar kata hutan
lindung tersirat suatu maksud bahwa hutan lindung dapat ditetapkan di wilayah dataran
tinggi sebagai wilayah tangkapan hujan (catchment area), di sepanjang
aliran sungai, maupun berada pada tepi-tepi pantai. “Hutan lindung adalah kawasan
hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga
kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi,
mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah” (UU RI no
41/1999).
Aset utama dari hutan lindung ini adalah
pepohonan yang berdiri sebagai penghalang untuk menurunkan gerakan massa
seperti batu karang, erosi, longsoran tanah, aliran puing, dan banjir. Efek perlindungan dari
hutan lindung ini hanya dapat dipastikan jika tata kelola sistem silvikultur
yang digunakan ketahanannya tidak memberikan dampak buruk yang signifikan
terhadap lingkungan sekitar.
Dasar hukum dari hutan lindung, antara lain:
A.
UU No. 22 Tahun 1999
dan PP No. 5 yang menegaskan kewenangan daerah atas pengelolaan hutan lindung.
B. Undang-Undang
32 Tahun 2009 (tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) yang
mengamanatkan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup
yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan,
dan penegakan hukum. Dalam UU ini tercantum jelas dalam Bab X
bagian 3 pasal 69 mengenai larangan dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang meliputi larangan melakukan pencemaran, memasukkan benda
berbahaya dan beracun (B3), memasukkan limbah ke media lingkungan hidup,
melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, dan lain
sebagainya.Larangan-larangan tersebut diikuti dengan sanksi yang tegas dan
jelas tercantum pada Bab XV tentang ketentuan pidana pasal 97-123. Salah
satunya adalah dalam pasal 103 yang berbunyi: Setiap orang yang menghasilkan
limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3
(tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)
C. Kepres
32 tahun 1990 (tentang Pengelolaan Kawasan Lindung) yang mengamanatkan bahwa
upaya pengelolaan kawasan lindung mencakup kawasan yang memberikan perlindungan
kawasan bawahannya (kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan
air), kawasan perlindungan setempat (sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan
sekitar danau/ waduk, kawasan sekitar mata air), kawasan suaka alam dan cagar
budaya (kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainya,
kawasan pantan berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya dan taman
wisata alam, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan) dan kawasan rawan
bencana alam.
D. Keputusan
Presiden RI No. 32 Tahun 1999 mengenai pengelolaan untuk pemahaman fungsi dan
manfaat kawasan lindung yang perlu tanggung jawab dalam pengelolaannya.
Related Posts:
0 Response to "Hutan Lindung"
Posting Komentar