Tipologi dan Penataan Kota Baru


 Tipologi dan Penataan Kota Baru




A.     Tipologi Kota Baru
Kota baru dapat dikategorikan berdasarkan jumlah penduduk, letak geografis, karakter geografis dan fungsi/ keunggulan ekonominya.

1.      Tipologi Berdasarkan Jumlah Penduduk
Kriteria Kawasan Perkotaan menurut kriteria besarannya berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataaan Ruang meliputi:
a.      Kawasan perkotaan kecil;
b.      Kawasan perkotaan sedang;
c.      Kawasan perkotaan besar;
d.      Kawasan metropolitan; dan
e.      Kawasan megapolitan.

a.    Kawasan perkotaan kecil memiliki kriteria:
o   Jumlah penduduk paling sedikit 50.000 (lima puluh ribu) jiwa dan paling banyak 100.000 (seratus ribu) jiwa;
o   Dominasi fungsi kegiatan ekonomi berupa kegiatan perdagangan dengan jangkauan pelayanan kecamatan dan/atau antardesa; dan
o   Ketersediaan prasarana dan sarana dasar perkotaan paling sedikit kantor kecamatan dan pasar harian.

b.    Kawasan perkotaan sedang memiliki kriteria:
o   Jumlah penduduk lebih dari 100.000 (seratus ribu) jiwa dan kurang dari 500.000 (lima ratus ribu) jiwa;
o   Dominasi fungsi kegiatan ekonomi berupa kegiatan jasa dan perdagangan dengan jangkauan pelayanan satu wilayah kabupaten dan/atau antarkabupaten; dan
o   Ketersediaan prasarana dan sarana dasar perkotaan paling sedikit kantor pemerintah Kabupaten/kota, fasilitas transportasi lokal, kantor cabang perbankan, dan pusat pertokoan.

c.       Kawasan perkotaan besar memiliki kriteria:
o   Jumlah penduduk paling sedikit 500.000 (lima ratus ribu) jiwa;
o   Dominasi fungsi kegiatan ekonomi berupa kegiatan jasa, perdagangan, dan industri dengan jangkauan pelayanan satu wilayah provinsi dan/atau antarprovinsi;
o   Ketersediaan prasarana dan sarana dasar perkotaanpaling sedikit kantor pemerintah Kabupaten/kota,terminal/ pelabuhan, kantor cabang perbankan, dan kawasan pertokoan.

d.       Kawasan metropolitan memiliki kriteria:
o   Merupakan kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan disekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional;
o   Jumlah penduduk secara keseluruhan paling sedikit 1.000.000 (satu juta) jiwa;
o   Dominasi fungsi kegiatan ekonomi berupa kegiatan jasa, perdagangan, industri, dengan jangkauan pelayanan antar provinsi dan/ atau nasional;
o   Ketersediaan prasarana dan sarana dasar perkotaan paling sedikit kantor pemerintah kota/ pemerintah provinsi, fasilitas transportasi regional, kantor perbankan, dan pusat perbelanjaan;
o   Memiliki sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi; dan
o   Memiliki kejelasan sistem struktur ruang yang ditunjukkan adanya pusat dan sub pusat yang terintegrasi dengan peran ekonomi pusat yang dapat lebih besar dari kota atau kawasan sekitar diukur dari jumlah aktivitas jasa dan industri dan jumlah uang beredar.

e.       Kawasan megapolitan memiliki kriteria:
o   Merupakan gabungan 2 (dua) atau lebih kawasan metropolitan
sehingga berpusat jamak dan memiliki keterkaitan fungsional;
o   Memiliki hubungan spasial masing-masing kota dengan sistem yang dipisahkan oleh kawasan perdesaan;
o   Memiliki jumlah penduduk yang dilayani paling sedikit 10.000.000 (sepuluh juta) jiwa;
o   Memiliki dominasi fungsi kegiatan ekonomi berupa kegiatan jasa, perdagangan, industri, dengan jangkauan pelayanan regional antar negara;
o   Memiliki ketersediaan prasarana dan sarana dasar perkotaan paling sedikit fasilitas transportasi antarnegara, sarana perbankan antarnegara, dan pusat perbelanjaan dengan skala pelayanan regional; dan
o   Menghubungkan antarpusat kegiatan dengan prasarana transportasi utama dan memiliki sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi.


2.      Tipologi Berdasarkan Karakter Geografis
Secara karakteristik geografis, kota baru dapat dibedakan berdasarkan kekhasan wilayah yang dapat dibedakan menjadi 3 jenis:
a.      Kota Baru Waterfront
Kota dikembangkan di area tepi sungai atau tepi pantai.
b.      Kota Baru Kepulauan
Kota yang dikembangkan pada area kepulauan.
c.      Kota Baru Dataran Tinggi/ Pegunungan
Kota yang dikembangkan pada area pegunungan atau perbukitan.


3.      Tipologi Berdasarkan Fungsi Atau Keunggulan Ekonomi
Secara fungsi atau keunggulan ekonomi, kota baru dapat dibedakan berdasarkan kekhasan wilayah yang dapat dibedakan menjadi 3 jenis:
a.      Kota Baru Pemerintahan
Kota dikembangkan Kota yang dikembangkan sebagai pusat pemerintahan baik ibu kota provinsi, maupun ibu kota negara.
b.      Kota Baru Pariwisata
Kota yang dikembangkan sebagai kota pariwisata dengan memaksimalkan potensi dan kekhasan wilayah sebagai daya tarik pariwisata.
c.      Kota Baru Industri
Kota yang dikembangkan sebagai salah satu pusat industri baru.

B.      Tipologi Penataan Kota
Tipologi Penataan Kota dibagi menjadi tiga, yaitu peremajaan lingkungan, perbaikan lingkungan dan pemugaran lingkungan. Uraian mengenai masing-masing penataan kota dijelaskan sebagai berikut:
1.    Peremajaan Lingkungan (Urban Renewal/Re-development)
Peremajaan berkaitan dengan urban redevelopment dan urban renewal. Urban development merupakan peremajaan kota bersifat parsial khususnya pada aspek fisik, sedangkan Urban renewal merupakan peremajaan kota yang bersifat pembaharuan secara menyeluruh baik dari aspek fisik, ekonomi, dan sosial-budaya.

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negri No 1 tahun 2008, peremajaan kawasan adalah penataan kembali area terbangun yang mengalami degradasi kualitas lingkungan, degradasi fungsi kawasan, dan/atau penyesuaian bagian kawasan terdapat rencana pembangunan kawasan. Dalam peremajaan terkait kegiatan penataan ulang yang melibatkan unsur fisik dengan melakukan perubahan terhadap struktur dan morfologi kawasan, serta aspek nir fisik termasuk pengaturan kembali tata guna lahan, penambahan ataupun perubahan peruntukan lahan seta intersintas pemanfataan (KDB/KLB).

Urban redeveloment merupakan peremajaan yang ditandai dengan adanya perubahan total terhadap struktur fisik dan morfologi kawasan fungsional kota untuk peningkatan kehidupan sosial-budaya dan ekonomi. Menurut Sujarto (2002), Urban renewal diartikan sebagai pembaharuan kota sebagai upaya untuk memperbaharui tatanan kehidupan kota secara menyeluruh menyangkut peningkatan perilaku, pola kehidupan, dan cara hidup perkotaan melalui suatu reformasi tatanan kota secara social budaya, sosial ekonomi, dan tatanan lingkungan kota. Urban renewal dilakukan untuk mencapai peningkatan kualitas fisik, ekonomi, dan sosial-budaya. Pencapaian peningkatan kualitas fisik dapat dilihat dari kondisi bangunan, kondisi jalan, dan kondisi infrastruktur lainnya. Peningkatan kualitas ekonomi terlihat dari nilai lahan dan investor, sedangkan peningkatan sosial budaya dapat dilihat dari pola pikir dan cara hidup warga kota.

Peremajaan lingkungan dapat dilakukan melalui pendekatan pembangunan kembali tanpa menggusur. Konsep tersebut dapat dilakukan untuk perlindungan terhadap lingkungan, digunakan juga untuk melindungi kegiatan ekonomi dan sosial. Peremajaan kota dengan melakukan penggusuran memiliki tantangan berupa pemindahan yang dilakukan tidak hanya memindahkan penduduknya, namun juga bagaimana dapat memindahan kehidupan sosial serta ekonominya. Oleh karena itu peremajaan melalui pembangunan kembali tanpa menggusur akan menciptakan keberlanjutan ekonomi dan sosial dengan memperhatikan kondisi lingkungan. Peremajaan lingkungan juga dapat dilakukan melalui pembangunan terpadu yang dilakukan melalui pembangunan multi fungsi (terdapat fungsi campuran pada suatu lingkungan) yang dilengkapi sarana prasarana pendukung. Pembangunan fungsi campuran dapat memacu pembangunan yang berorientasi vertikal. Pembangunan tesebut tentunya dapat mengatasi permasalahan keterbatasan lahan dan konsep tersebut dapat digunakan pada kawasan pusat kota.

2.     Perbaikan Lingkungan (Urban Rehabilitation)
Perbaikan lingkungan adalah pola pengembangan kawasan dengan tujuan untuk memperbaiki struktur lingkungan yang telah ada, dan dimungkinkan melakukan pembongkaran terbatas guna penyempurnaan pola fisik prasarana yang telah ada sebagai upaya memperbaiki kinerja kawasan / bangunan yang menurun.
Perbaikan lingkungan/ Urban Rehabilitation ini dapat berupa surface rehabilitation dan deep rehabilitation. Surface rehabilitation yakni perbaikan atau intervensi fisik yang hanya dilakukan sebatas pada kulit luar bangunan dan dalam konteks kawasan umumnya, tidak merubah struktur fisik kawasan. Deep rehabilitation adalah pendekatan dengan perubahan fisik kawasan kota, deep rehabilitation dilakukan hingga ke dalam sistem struktur dan jaringan utilitas.

Perbaikan Iingkungan dalam konteks kawasan dilakukan jika :
a.    Penurunan nilai ekonomis kegiatan usaha akibat buruknya kondisi Iingkungan.
b.    Penurunan kualitas Iingkungan hidup, misalnya kondisi sanitasi / infrastruktur yang kurang baik, sirkulasi udara yang kurang, dan kondisi Iingkungan yang kurang sehat.
c.     Kemorosotan kondisi Iingkungan yang diakibatkan oleh umur bangunan dan pemeliharaanya.
d.    Adanya peningkatan sebagai akibat dari perkembangan kota.
e.    Tidak tersedianya fasilitas umum dan fasilitas sosial yang memadai.

3.     Pemugaran Lingkungan (Preservation & Conservation)
Pemugaran kawasan adalah pola pengembangan kawasan dengan tujuan untuk melestarikan, memelihara, mengamankan Iingkungan dan/atau bangunan yang memiliki nilai sejarah budaya dan/atau keindahan/estetika. Pada UU Nomor 11 Tahun 2010 disebutkan bahwa Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilaipenting Cagar Budaya dengan penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya masyarakat.

Pemugaran kawasan harus memperhatikan prinsip kemanfaatan, keamanan, keterawatan, keaslian, dan nilai-nilai bangunan, mencakup tata ruang, tata letak, fungsi sosial, dan/atau Ianskap budaya asli (UU Nomor 11 Tahun 2010) yang bertujuan untuk meningkatkan kembali investasi, lapangan pekerjaan, dan konsumsi, serta meningkatkan kualitas hidup kawasan perkotaan (Couch, 1990).Pemugaran memberi banyak manfaat penting bagi ekonomi. Selain menciptakan lapangan kerja, pemugaran juga dapat menghidupkan aktivitas perdagangan, dan biaya yang Iebih murah untuk merehabilitasi bangunan daripada membangun bangunan baru. Manfaat Iainnya (Stripe, 1983) adalah manfaat psikologis yang dihasilkan seperti menghubungkan dengan masa lalu, meningkatnya pengembangan ke luar kawasan perkotaan yang telah terbantuk. Pengembangan ini dapat berupa perluasan wilayah kota, reklamasi wilayah dan pemekaran wilayah administratif kota.

Related Posts:

0 Response to " Tipologi dan Penataan Kota Baru"

Posting Komentar